Senin, 04 Mei 2020

Bagaimana Pembelajaran Daring yang Efektif Saat Wabah Covid-19 Melanda kita? (Belajar Menulis Gelombang 4 Resume 15)

Bagaimana Pembelajaran Daring yang Efektif Saat Wabah Covid-19 Melanda kita?

Belajar menulis gelombang 4
Resume 15

Pertemuan 15, Rabu/ 1 April 2020
Pemateri : Indra Charismiadji pemerhati dan praktisi edukasi 4.0, Direktur Eksekutif CERDAS (Center for Education Regulations & Development Analysis)
Materi : Mengelola pembelajaran daring yang efektif

Sebelumnya, sekitar 2 minggu yang lalu Mendikbud sudah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 yang menjadikan kegiatan pembelajaran bisa secara langsung diganti dengan menggunakan metoda dalam jaringan (daring/ online) sebagai langkah pencegaran penyebaran Covid 19 (Coronavirus disease).

Dengan demikian guru semakin akrab dengan teknologi dalam pemberian tugas dan materi. Ada yang menyampaikan tugas/ materi lewat media sosial seperti FB, grup WA, telegram, google clasroom, dll.
Namun, masih banyak guru yang dengan alasan tertentu hanya memberikan tugas (bahkan terlalu banyak). Siswa juga kewalahan mengerjakan tugas yang tidak mereka mengerti karna tak ada bimbingan dari guru secraa langung. Orangtua juga mulai stres mendampingi anaknya belajar di rumah yang mereka sendiri bahkan tidak paham. Nah sebenarnya bagaimana seharusnya pembelajaran daring yang efektif saat ini? Penulis akan ulas berikut ini.

Penulis tergabung dalam grup belajar menulis bersama Om Jay gelombang 4 sudah masuk pertemuan 15. Sebelumnya materi disampaikan dengan obrolan/ chat di grup WA  dan penyampaian materi mengunakan channel youtube. Baru malam ini peserta menggunakan video conference dengan menggunakan webex bersama Pak Indra Charisniadji.

Pak Indra merupakan pemerhati dan praktisi pendidikan 4.0 yang sangat paham dengan pembelajaran daring sesuai era 4.0 saat ini.
Pak Indra mengatakan, sebenarnya model pembelajaran modern ini sudah diatur dalam Permendikbud no. 22 tahun 2016 tentang Standar Proses dengan prinsip sebagai berikut:
1. Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu
2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar
3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah
4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi
5. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu
6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi
7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif
8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills)
9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat
10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani)
11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat
12. Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas
13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.



Pak Indra mengingatkan kembali pilar pendidikan UNESCO yang dapat diselaraskan dengan prinsip pembelajaran di atas yaitu Learning to Know (belajar untuk mengetahui), Learning to Do (belajar untuk melakukan sesuatu), Learning to Be (belajar untuk menjadi sesuatu), dan Learning to Live Together (belajar untuk hidup bersama).

Dunia pendidikan harus kembali mengajarkan cara belajar (Learning How to Learn), bukan Learning What to Learn (belajar tentang sesuatu). Semua ini tercermin dari isi pembelajaran daring yang telah berlalu di mana guru masih berkutat tentang konten atau materi yang dibuat untuk memberi tahu peserta didik daripada membiarkan mereka untuk mencari tahu sendiri.

Guru seharusnya bisa mendorong siswa untuk mencari tahu senidiri (agar tumbuh rasa ingin tahu). Guru sebenarnya tidak perlu memberikan materi (konten) karena konten/ materi saat ini sudah banyak di google/ youtube. Guru bisa menggunakan Problem based learning atau Project based learning (membuat karya) berdasarkan teori/materi yang diharapkan dipahami siswa. Sehingga ketika dalam proses memecahkan masalah, atau mencipta suatu karya, siswa dengan sendirinya akan merasa perlu mempelajari materi/pengetahuan yang diperlukan. Siswa pun akan merasakan manfaat pengetahuan yang dipelajarinya karena pengetahuan tersebut mendukung dalam menghasilkan pemecahan masalah maupun penciptaan karya


Pak Indra juga menyampaikan bahwa  di masa depan akan banyak pekerjaan manusia saat ini yang akan diganti dengan teknologi/robot.  Siswa sekarang pun dimasa depan akan bekerja di bidang yang saat ini belum ada. Tentu ini sebuah tantangan tersendiri. Lalu, bagaimana cara menyiapkan siswa untuk bekerja yang bahkan pekerjaan itu saat ini belum ada ? Tentu kembali lagi pada proses belajar yang menghasilkan karya. Siswa dibiasakan untuk mencipta. Maka dimasa depan diharapkan siswa akan menciptakan sendiri pekerjaan untuknya bahkan membuka pekerjaan bagi orang lain.

Lalu apa contoh pembelajaran yang mendorong siswa mencipta ? Pak Indra memberi contoh menulis di blog, dan membuat vlog. Menulis akan merangsang daya nalar siswa. Tulisan yang dihasilkan juga merupakan sebuah karya. Membuat vlog akan mendorong siswa untuk menjelaskan sendiri suatu materi dengan bahasanya sendiri.

Pembelajaran yang mendorong kemampuan mencipta ada pada tingkatan C6. Salah satu peserta bertanya, "Bukankah untuk mencapai C6, siswa harus melalui tingkatan sebelumnya seperti C3,C4, C5 ?" Pak Indra menjawab bahwa siswa dapat didorong untuk bisa langsung ke C6 tanpa harus melalui tingkatan sebelumnya.
Selanjutnya Pak Indra membahas tentang 3I Framework. 3I Framework akan membawa guru dan siswa pada pembelajaran yang ideal. 3I Framework teridiri dari Infrastruktur, Infostruktur, dan Infokultur.

Guru di abad 21 memiliki tiga peran yaitu sebagai leader, motiviator, dan fasilitator. Sebagai leader, guru harus memberi teladan. Jika ingin siswa rajin belajar, maka guru juga harus rajin belajar untuk meningkatkan kompetensinya.

Di akhir pertemuan, Pak Indra memberi kesimpulan yaitu pendidikan yang mengacu pada 4 pilar pendidikan UNESCO. Proses pembelajaran bukan what to learn, tapi how to learn. Pembelajaran bukan mengutamakan penyampaian konten, tapi mendorong bagaimana siswa mau belajar.
Pak Indra yankin jika konsep di atas dicoba maka manfaatnya akan lebih terasa bagi peserta didik; jelas akan mengurangi tingkat stres para orangtua di rumah, menghilangkan kegagapan pendidik dalam pelaksanaan pembelajaran daring, dan yang pasti mengembalikan dunia pendidikan ke arah yang seharusnya dituju, yaitu belajar untuk belajar, bukan apa yang harus dipelajari.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar